Agak malas kalau saat aku beli suatu barang di warung, toko, atau penjual apa pun kemudian mendapatkan kembalian uang yang lecek dan kotor, dilipat berkali-kali. Kalau hal ini terjadi biasanya kembalian lecek tersebut akan aku belikan suatu barang lagi di tempat itu. Atau kalau nggak saat itu juga kembaliannya nggak jadi aku terima dan dengan terpaksa membelanjakannya dengan barang lain, biasanya sih permen kalau kembaliannya tidak lebih dari seribu rupiah.
Ini adalah semacam sense dasar manusia, ya, termasuk aku tentunya. Lebih suka uang yang rapi, nggak lecek, dan bersih. Seperti contohnya saat kita punya dua uang pecahan sepuluh ribu di tangan untuk dibelanjakan sesuatu, yang satu uang sepuluh ribu yang masih baru, rapi dan masih tercium bau "tai China". Sebaliknya uang sepuluh ribu yang lainnya uang lecek, kotor, dicoret-coret, dan terlipat-lipat. Maka secara naluri, uang yang lecek lah yang akan kita pergunakan untuk membeli sesuatu terlebih dahulu. Benar, kan?
Honestly, bukannya mau sombong..... Eh, bukannya statement "bukannya mau sombong" sejatinya adalah premulaan dari sombong yang sebenarnya, ya? Ok, nggak apa-apa, anggaplah ini sombong-sombongan. Aku memperlakukan uang dengan berhati-hati, terutama uang kertas. Sebisa mungkin tidak melipat uang, apalagi melipat berkali-kali. Bahkan mencoret-coret uang, digambari kumis lah, digambari "tete-tetean" lah, ditulis nomor handphone, keliatan banget kalau itu adalah nomor handphone jomblo lapuk sampai-sampai "mengiklankan" diri lewat media coret-coret uang.
Apakah negara kita harus membuat uang kertas dengan bahan yang nggak gampang lecek, nggak gampang kerut? Anti bocor aja sekalian. Pakai bahan yang buat bikin "yang bersayap".
Ada statement "Yah, kalaupun lecek masih bisa buat beli sesuatu buat apa dipermasalahkan? Toh, nominalnya juga tetap sama." Ya, ada benarnya juga statement ini. Selama masih bisa buat transaksi jual beli kenapa harus dipermasalahkan? Maka kembali lagi ke pribadi masing-masing.
Coba sekarang kita lihat keadaan uang kertas di negara-negara maju. Ambil contoh Singapore lah yang paling dekat. Berdasarkan pengalaman pribadiku, jarang aku temui uang lecek di sana. Mereka lebih menghargai uang kertas daripada kita. Ini adalah salah satu jiwa penduduk negara maju, menghargai hal-hal kecil. Sedangkan di Indonesia, banyak kita temukan uang kertas yang rusak, lecek, kotor, dicoret-coret, dan keadaan memprihatinkan lainnya.
Peredaran uang kertas yang lecek tersebut adalah sebuah indikasi akan ketidakpedulian kita terhadap mata uang Rupiah. Uang negara sendiri saja nggak dihargai, bagaimana perekonomian mau maju.
Di sisi lain dalam hal kebersihan, tidak bisa dipungkiri kalau uang kertas adalah sarangnya segala macam kuman karena berpindah dari tangan satu ke tangan yang lain, terutama uang yang lecek dan kotor. Tangan-tangan orang yang habis garuk-garuk sesuatu, habis ngupil, dan tindakan menjijikkan lainnya yang sangat nikmat dilakukan. Ngeri, kan? Secara nggak langsung kita nggaruk-garukin, dan ngupilin hidung orang lain. Hiyy... Apakah kita harus memakai medical gloves untuk setiap kita menerima uang dari tangan orang lain? Nggak segitunya juga, sih. Cukup cuci tangan dengan sabun dan menggunakan antiseptic kalau dirasa perlu setelahnya terutama saat kita hendak makan dan hal lain yang bersifat steril.
Ingat "an-nazhaafatu minal iimaan", kan? Kebersihan sebagian dari iman. Termasuk menjaga kerapihan dan kebersihan uang tentunya. Maka, teman, bukan sok mau menggurui, jagalah uang kertas baik-baik, ya? Untuk kita bersama.
Semoga hari ini menyenangkan. :)